Rabu, 02 Oktober 2013

cerpen karyaku



KeABaD!An C!nTA
Andai kau dapat melihat hatiku
Andai saja kau dapat membaca fikiranku
Betapa ruang jiwaku penuh bayangan dirimu,
Menghiasi hari-hariku
Senyum dan suaramu teduhkan jiwaku
Cintailah aku dengan kesungguhanmu
Andai hatimu penjara,
Biar  pun aku  rela dipenjara seumur hidupku di dalam hatimu…
Ini adalah cinta tanpa syarat….
Aku begitu menyintaimu…
Cintaku bukan ibarat kertas…
Cintaku adalah bara yang sentiasa menyala dan semakin marak ditiup kerinduan padamu….
                                                                        By: Ayue Peduliesekabat
                                                                                    &
                                                                         Pahijoy Beng
Adakah yang membiarkanku seperti ini…???.
Adakah yang membuatku merasa lebih berharga????
Senin, 12 Agustus 2011
Hari yang terik ini seakan-akan mencekikkan panasnya di atas kepalaku. Aku terdiam sejenak ketika seorang pemuda berparas tampan berjalan di hadapanku. Aku melamun seketika. Mengingat-ingat sepertinya aku pernah melihatnya atau mungkin aku pernah mengenalnya, tapi dimana aku mengenal dirinya itu, tapi kapan aku pernah melihatnya sebelum sekarang ini. Dalam hati aku selalu bertanya-tanya mungkin…mungkin…dan mungkin…
Kapan pertanyaan itu akan segera terjawab?
Pertanyaan yang kadang kala membuatku bimbang, gelisah nggak karuan. Sembari aku meneruskan langkah kecilku. Dihadapanku ada sebuah benda yang tergeletak tak berpenghuni. Kucoba untuk mengambilnya. Kupegang dengan kedua tanganku dengan tujuan benda tersebut tidak lolos dari peganganku. Benda berwarna hijau lumut, berbentuk persegi kecil mungil, bertekstur abstrak dibagian luarnya bertuliskan
Triyani yang mungil yang pernah kukenal kini sekarang dimana? Aku berharap ketidak sengajaan membuat aku bertemu dengannya. Karena aku menantikan saat-saat bersama dengannya seperti dahulu ketika sebelum aku memutuskan untuk merantau. Aku merindukannya, sungguh aku rindu kepadanya.
                                                                                    Rama,
            Aku tersentak kaget, setelah membaca tulisan lirih ungkapan si pemilik benda familier itu. Triyani…??? Nama itu sama persis dengan nama panggilanku atau jangan-jangan memang bener yang dimaksud adalah namaku. Lalu dalam hati aku bertanya balik….siapa gerangan pemilik benda bertekstur abstrak ini ????.
            “Haruskah aku menggembar-gemborkan suaraku di jalanan ini hanya untuk mengetahui siapa pemilik benda tersebut. Rasanya tiada mungkin. Aku seorang pelajar yang tentunya berpendidikan harus meneriakkan suaraku di jalanan seperti orang gila. Lantas apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Aku tidak mungkin berdiam diri dibalik rasa penasaranku.”
Setiap harinya aku selalu memikirkan hal yang sama terus. Dan tiada bosan-bosannya pikiran itu bergelantungan di benakku.
Kamis, 15 Agustus 2011

Aku duduk sejenak di pinggir Jl. Raya Bung Tomo, jalan favoritku. Di bawah pohon cemara rindang berselimutkan dedaunan rimbun warna hijau pudar beranting sedikit rapuh, aku lagi-lagi meneteskan air mata. Tetesan demi tetesan jatuh dari pelupuk mata mengenai pipiku.
“Aku tidak tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini, mengapa hatiku selalu gelisah. Akankah si pemilik benda ini, jodohku. Lantas siapa pemiliknya? “ tanyaku dalam hati (sambil kupandangi benda bertuliskan nama mirip dengan namaku itu).
Langkah demi langkah kuhentakkan kaki tak berdaya ini. Kutenteng sebuah tas abu-abu dipundak kananku. Tas bertuliskan made in bali ini selalu menemani setiap langkahku. Hadiah dari ibu ketika usiaku ke 17 (sweet seventeen). “ Dan kini usiaku tiada remaja lagi, sekarang aku harus mampu menjadi lebih dewasa lagi dengan usiaku yang hampir 19 tahun ini. Oh, Tuhan semoga aku mampu menjadi apa yang mereka inginkan. “ do’a ku dalam hati.
“Aku harus mampu menemukan siapa pemilik benda ini. Harus !!! “ obsesiku.
Rasanya setiap langkahku, sepertinya aku diamati oleh orang. Apa mungkin tingkahku terlihat aneh yang selalu memandangi benda ini sampai-sampai aku tiada memperhatikan sekelilingku, atau mungkin mereka merasa tertarik dengan tasku atau bahkan.. tertarik pada diriku. Huuuaahhhh… Semua itu jawaban-jawaban aneh yang tiada mungkin kebenarannya dimata orang-orang. Paling–paling mereka menganggap diriku sebagai orang aneh yang tak punya tujuan pasti soalnya apa, sepertinya diwaktu yang sama aku selalu megarungi jalanan itu.
“Ahhh… tapi biarin saja masa bodoh dengan mereka, kaki.. kakiku sendiri, hidup.. hidupku sendiri kenapa aku harus bingung dengan omongan mereka yang tiada artinya itu. Tak anggap saja sebagai angin lalu. “ gumamku.
Malam harinya, disaat aku ingin merebahkan tubuhku tiba-tiba aku tersentak kaget. Benda itu,,, ya benda itu... sekarang aku ingat. Kalau tidak salah benda ini pernah dibawa pemuda berparas tampan yang berpapasan denganku dulu ketika aku lewat Jl. Thamrin.
“Aduhh… oon banget sih aku, kenapa aku tidak terpikir sampai sana, kenapa…??? Pokoknya besok aku harus mencarinya dan aku harus ketemu dengannya.. Harus !!!”
 Aku memutuskan untuk berpindah jalan favorit. Sekarang bukan Jl. Bung Tomo lagi jalan favoritku tapi, Jl. Thamrin lah favoritku sekarang. Dengan perasaan was-was ditambah lagi deg-degan aku mencoba melangkahkan kakiku pagi ini. Style kemeja ungu dengan bawahan jeans hitam, bertentengkan tas abu-abu itulan style pakaiaan yang aku kenakan ketika aku melewati jalan ini dan bertemu tidak sengaja berpapasan dengan pemuda itu. Dan untuk kedua kalinya, aku mengenakan styke saperti itu lagi, agar dia nantinya kalau lewat sini mengenaliku.
“Duhhh, rasanya aku tiada kuasa dengan perasaan ini, kenapa aku deg-degan belum tentu pula dia pemiliknya. Tapi, fellingku berkata kalau ini miliknya… fellingku kuat sekali hari ini. Semoga itu bukan hanya sekadar felling saja tetapi,  felling yang benar-benar felling. Uuuuhhhh ……”
Itu dia, pemuda yang aku cari. Tiba-tiba aku gengsi untuk menghampirinya. Masak cewek yang harus menghampirinya. Seharusnya dia yang menghampiriku, dia kan cowok. Tapi setelah tak pikir-pikir, kan aku yang punya kebutuhan sama dia. Kan aku yang ingin mencari tahu siapa pemilik benda ini. Jadi, seharusnya memang benar aku yang harus menghampirinya, bukannya dia. Tak berpikir lama, aku langsung saja berjalan dengan PD-nya menuju dia. Sekalipun harga diriku dipertaruhkan saat itu, tapi apa boleh buat harus aku coba terlebih dahulu.
“Eemm,.. permisi Mas, boleh saya duduk disini sebentar? “tanya ku basa-basi.
“Oh, ya silakan…” jawabnya dengan senyum.
“Apakah kemarin Anda kehilangan sebuah benda? “
“Benda apa ya ?”
“Ini bendanya, mungkin saja ketika Anda kemarin lewat sini, terus benda ini jatuh dari tas Anda, lalu saya ambil dan sekarang saya kembalikan. “ jawabku sambil menyerahkan benda itu.
“Tapi maaf ya sepertinya saya tidak pernah memiliki benda ini. “ jawabnya.
“Lalu, siapa pemiliknya kalau bukan Anda? “ tanyaku lagi bimbang.
Disaat aku dengan pemuda yang aku temui itu asik berbincang, tiba-tiba aku terkejutkan oleh sosok seorang pemuda yang wajahnya benar-benar mirip sekali dengan orang yang aku ajak ngobrol ini. Sesekali aku menoleh kearah orang yang aku ajak ngobrol. Aku tambah bingung. Hatiku bertanya-tanya. Orang yang aku ajak ngobrol tersenyum melihatku.
Dia menjelaskan, “ Dia itu kembaranku, dan mungkin saja Rama lah yang punya benda ini.”
“Sungguh,,…? “ tanyaku.
Sosok pemuda yang mempunyai nama Rama datang menghampiri kami.
“Ram, ayo pulang. “ ajak si Rama.
“Nanti sajalah, aku lagi asik berbincang-bincang dengan seorang gadis, sini gabung sama kami.” ajaknya.
“Pasti kamu bingung ya, kenapa si Rama tadi manggil aku Ram…?” tanya si pemuda itu kepadaku.
Aku menjawab hanya dengan anggukan saja. Karena semuanya terasa sangat aneh dan kebetulan. Lama-lama aku menjadi semakin bingung dengan apa yang sedang aku hadapi sekarang ini.
“Jadi, namaku yang sebenarnya itu Ramon, makanya dia memanggilku dengan sebutan Ram, dan kamu tidak usah bingung lagi.”jelasnya.
Aku sekarang sudah sedikit demi sedikit tahu. Aku merasa tersipu-sipu ketika dia bersedia menerima ajakan saudara kembarnya itu. Tak terduga dia duduk disampingku persis dengan posisi agak serong,sambil menyodorkan tangan kananny sembari ingin berkenalan dengan diriku. Sambil senyum, aku pun memberikan tanganku untuknya sambil menyebut nama.
“Salam kenal, aku Triyani… “ ungkapku dengan senyuman.
“ Hah,Triyani ‘o’….” ucap Rama terkejut.
“Kenapa terkejut seperti itu ketika mendengar namaku ?  Apakah ada yang salah ? “ tanyaku.
“Oh, tidak jangan-jangan…..” ucapnya (memandang wajahku penuh tanya).
Aku ingat akan benda itu. Lalu, aku dengan sergap mengambilnya dari tangan Ramon.
“Maaf, tadi benar nama Anda Rama..?  Ini, mungkin benda Anda yang jatuh kemarin lusa ketika lewat jalan ini. Soalnya ada nama Anda disini.” (seraya menyerahkan benda itu).
“Iya, ini benar punyaku. Terima kasih telah menemukannya. “ucap Rama.
Setelah benda itu kuberikan kepada Rama, aku langsung beranjak dari tempat dudukku. Akan tetapi, ketika aku hendak melangkahkan kaki ini, Rama memanggilku dan seraya memegang tanganku. Aku menoleh kearahnya seketika.
“Triyani,… “ panggilnya.
“Iya, ada apa Rama ?” jawabku.
“Mungkin kamu telah dulu membaca tulisan pada benda ini, tentunya kamu sudah baca nama seorang gadis yang selama ini aku rindukan. Apa mungkin gadis yang aku rindukan selama ini adalah kamu, Triyani namamu…?” ujar Rama.
Aku bingung harus menjawab apa, karena dalam hatiku juga yakin kalau Rama ini adalah orang selalu mengisi hari-hari semasa kecil. Setelah sama-sama merantau ke kota lain, jadinya aku dan  dia berpisah. Dan aku sama sekali lupa dengan wajahnya. Karena sudah belasan tahun tidak ber sua dengannya. Sedangkan nama yang aku kenal semasa kecilnya adalah Ucrit, karena rambutnya yang sedikit dan keriting dulunya. Dan bahkan aku sama sekali tidak pernah mengetahui nama aslinya sekalipun dia orang yang special dimasa kecilku.
Rama memandang ku seperti orang yang sudah lama kenal. Dia melihat lengan kiri ku, dan dia terkejut melihat tanda lahir yang berbentuk love.
“Tidak mungkin, ini semua tidak mungkin…” ujarnya.
Sekarang aku sudah menemukan impianku, gadis pujaan masa kecilku dulu. “Ramon sekarang aku bertemu dengannya. “ katanya.
Rama mengelus pipiku penuh kehangatan, aku merasa nyaman dengan belaian itu. Rasanya memang benar dia Ucrit teman hatiku semasa kecil.
“Ucrit, benarkah itu kamu..?” tanyaku seketika.
“Ternyata kamu masih ingat dengan nama itu Cantik,..” rayunya.
Hatiku berbunga-bunga mendengar katanya. Dulu Ucrit ku tidak pandai merayu, tapi sekarang benar-benar sudah berubah dengan drastis. Aku memegang tangannya yang mengelus pipiku.
“Ucrit ku.. aku tidak menyangka bisa bertemu kamu lagi seperti sekarang ini, aku sangat merindukanmu. “ ucapku.
“ Iya Cantik, aku juga sangat merindukanmu, Triyani kecilku sekarang sudah menjadi besar seperti sekarang ini. Kamu kelihatan tambah cantik, lebih dewasa. Tapi, apa yang Dikau lakukan disini ?” tanya nya padaku.
“Aku kesini, menuntut ilmu dan bukannya Kamu dulu pernah bilang sama aku mau pergi ke Jakarta tapi, kenapa ada di sini?” tanyaku semakin penasaran.
“Dulunya aku ke Jakarta, tapi berhubung perusahaan tempat aku mengabdi gulung tikar, jadinya sekarang aku pindah ke Semarang. “ jawabnya.
Aku dan Rama saling memandang. Aku sangat terharu dengan kejadian ini. Pertanyaanku sudah terjawab, setelah sekian lama aku mencari jawabannya.
Setelah kejadian itu, kami berdua saling memadu cinta. Sejak kecil memang kami sudah ada rasa cinta. Memang menjadi suatu kebenaran, yang namanya cinta sejati akan tetap abadi untuk selamanya sekalipun kedua insan yang sedang dipadu cinta itu terpisahkan oleh waktu, jarak dan momen tentunya. Tapi yakinlah bahwa cinta sejati akan selamanya bersatu. TAMAT !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar