Selasa, 29 Oktober 2013

puisi kedua q



PEJABAT, KOMENTARKU

Wahai pejabat, jangan banggakan atasmu
kemeja berkerah putih berlengan kepalsuan
yang sebentar lagi pudar dan bahkan kusam warnanya.
Jangan kau banggakan kursi goyang diatas jeritan rakyat yang kelaparan
menanti tanganmu untuk menyuapinya
Mereka meronta-ronta pejabat,..
di tanah yang kau sulap jadi gedung,
indomart,pasar swalayan, bahkan hotel-hotel tempat perzinahan yang kau dirikan
Tak kuasakah kau melihat tangisan mereka,
mendengar jeritan mereka... melihat rintihan mereka…merasakan rongrongan mereka
melihat isak tangis si gadis mungil, si tua renta yang menantikan uluran tanganmu demi sesuap nasi…
Wahai, pejabat tak ingatkah kau dengan janji seribu janji
yang kau gembar-gemborkan di depan jutaan nyawa yang tak berdosa,.
Tidak ingatkah kau tentang itu,
Mereka berdesak-desakan, saling jatuh, saling tumpuk, saling injak-menginjak, saling bunuh-membunuh, bahkan diantara mereka yang bergejolak itu saling mengambing hitamkan diantara saudaranya
Hanya untuk memperjuangkan dirimu, mengelu-elukan janji-janjimu yang tinggal ucap saja,.

Wahai pejabat, sadarkan dirimu,
Mereka rakyatmu bukan sekadar boneka yang mampu kau paksa untuk kepentingan yang hanya sesaat tapi menghancurkan segalanya,
Diantara senyum-senyum yang mereka tuai,
diantara tangis yang mengalir pada wajah tiada berdosa,
Mungkin mereka sedih dan kecewa akanmu, atau mungkin mereka bahagia melihat kekuasaanmu..
Tapi, ingatkah pejabat,..
mereka menyayangimu.


by : Ayue Peduliesekabat (Isma).

Minggu, 13 Oktober 2013

suara hatiku



INGATKAN 11 AKU PADAMU

 

Aku tak tahu, kenapa dengan 11
Pertanda apa aku pun tiada tahu
Setiap 11 menghampiri langkah hidupku
Selalu tertoreh air mata
menggantung di pipi
menetes perlahan
hingga buatnya basah
Kuusap lembut, dengan baju pengganti belaian tanganmu
Lembut, perlahan sampai kering tak tergantung lagi air mata di pipi

Aku tak tahu kenapa dengan 11
Setiap kujumpai dikalender pendidikan
Tertempel di depan gagang pintu
Acap kali dada ini gemetar rasanya,
Detakan-detakkan jantung tak dapat lagi aku hindari
Kenapa…kenapa?

Ya, aku tahu kini dengan 11
Ketika dirimu  meninggalkanku
Sebulan yang lalu, menuju perantauan
Kau teteskan air mata terakhir, dipipiku
Ya, aku tiada dapat tersenyum tuk menghantarkan kepergianmu
Kupukuli hati, dengan kenangan pahit tak bisa tersenyum melihatmu
Maafkan aku kasih,
Bibir itu terasa berat untuk tersenyum
Tangisan itu terlalu mudah kuluapkan
Dalam hati aku tak rela
Tak rela membiarkanmu pergi seorang diri
Ingin rasanya tersenyum dipelukmu
Pelukan erat yang tak akan pernah sedikit pun aku  lepaskan

Kasih, 11 itu mengingatkanku tentangmu
Sebuah kenangan bersulam sutra
Walau raga kita terpisahkan oleh ruang dan waktu
Tapi hati selalu bersatu, ingat itu…!
Kasih ingatlah aku ketika jauh
Dekap erat tubuhku ketika di sampingmu
Tuntunlah aku dengan kesungguhanmu
Jadikan aku permaisuri dalam hidupmu dan
raih tanganku,  genggam untuk selamanya…

 by: Ayue Peduliesekabat (fb)

Sabtu, 12 Oktober 2013

puisi baruku



Yang aku rasakan

Aku menunggumu,
Bagaikan selembar kertas putih yang haus akan coretan
Aku menunggumu,
Seperti kemarau menantikan basahnya hujan
Aku menunggumu,
Layaknya geranat merindukan dentuman
Aku menunggumu,
Laksana benang menantikan rajutan

                                    Aku terpaku dalam kesunyian,
Kutorehkan bermacam tinta kehidupan pada bola bergaris batas kewilayahan
Tak terukir sedikitpun sebuah kemunafikkan
Kuputar balikkan di benak sebuah memori ingatan
Tak terlihat setetes pun rona kepalsuan
Semua rapih, menyatakan kebahagiaan
Kasih,…
Aku menghargaimu dengan tulus

Kasih,…
Aku menyayangimu tanpa pupus
Dan aku akan tetap menunggumu, di atas tanah tiada pernah tandus…

                                                Ayue Peduliesekabat

pantun nasinalisme




Memiliki jiwa nasionalisme itu memang perlu bagi siapa pun. sebagai seorang siswa khususnya, ada berbagai cara untuk mengapresiasikannya kedalam bentuk pantun ini misalnya,


Bawang merah tanam berbilik
Bawang putih tak dapat tumbuh
Nasionalisme tercabik-cabik
Beda keyakinan dianggap musuh

Bagai sakit tertusuk kawat
Sama sakitnya terkena gigi
Kalaulah ingin bangsa yang kuat
Nasionalisme junjunglah tinggi

Elok rupanya si kembang kencur
Pakailah pisau untuk menyayat
Nasionalisme tipis dan hancur
Tergerus korupsi uang rakyat

Bangau terbang lihat buaya
Ikan di danau disambar pancing
Nasionalisme tiada berdaya
Tunduk di bawah kekuasaan asing

Bagai memandang jalan berdebu
Jalan diseberang tertinggal masa
Semangat jiwa menggebu-gebu
Junjung tinggi martabat bangsa